DARING SEBAGAI MEDIA BELAJAR

avatar swaranews.com

Swaranews.com - BAGI anak sekolah/kuliah, dampak utama kebijakan Covid-19 adalah "belajar jarak jauh". Itu biasa disebut daring (dalam jaringan). Atau, sama dengan belajar dengan on-line.

Daring marak dimana mana. Diskusi, seminar, pertemuan, dialog dan semacamnya pun pakai daring alias on line. Ada yang pakai google meet, zoom dan sebagainya.

Tentu pulsa atau paketan kebutuhan inernet makin bengkak (besar). Untuk penyaji/pemantik/dosen juga peserta/mahasiswa pun makin bengkak.

Dugaan: setelah kasus Covid-19, kemungkinan ada yg mendirikan lembaga pendidikan dalam daring. Kalau laku. Musim "kapitalisme" ini semua yg laku, dijual. Semua yg bisa jadi "duwit/uang" dianggap "benar". Tanpa memedomi filosofi, makna, ataupun kebenaran sebenarnya.

Tentu tidak semua "kapitalisme". Kita, asli Indonesia, berpaham Pancasila. Dari segi pikiran positif, semua ada manfaatnya, termasuk 'daring'.

Dari segi filosofis. Daring hanyalah menambah kognitif (pengetahuan) saja. Efektif (perilaku/rasa) dan psikomotorik belum tersentuh.

Dari segi belajar mengajar, "daring" hanyalah sebagai "media" pembelajaran. Media sebagai alat untuk memudahkan penyampaian materi belajar.

Dari segi filsafat Jawa, "golek ilmu kanti laku" (cari ilmu harus melakukan). Tentu perlu guru yg mengajari dan mendampingi peserta didik. Biar tak sesat. Bung Karno pernah katakan "teori tanpa praktek tiada tujuan, praktek tanpa teori tiada arah tujuan". Ja

guru selaku pembawa teori kebenaran diperlukan. Biar tidak sesat. Kalau ingin generasi seutuhnya. Secara pendidikan, harus belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Kalau menggunakan pendekatan agama, belajar dan berlatih jasmani dan rohani. Daring hanyalah media dalam pembelajaran. Bukan strategi belajar. Bukan pula metode pembelajaran. Sehat semua dan 'genah' semua. Salam kehidupan.

*) Guru besar UNIPA Adi Buana Surabaya, Managing Director APENSO, Penasehat Swaranews.

(GeSa)

Editor : redaksi