UNICEF : Upaya Mendesak Diperlukan Atasi Kemunduran Imunisasi anak

avatar swaranews.com
Seorang murid kelas 1 SDN 003 Bintan Timur, Provinsi Riau, menerima imunisasi di masa Bulan Imunisasi Anak Nasional. (UNICEF/UN0647161/Clark)_
Seorang murid kelas 1 SDN 003 Bintan Timur, Provinsi Riau, menerima imunisasi di masa Bulan Imunisasi Anak Nasional. (UNICEF/UN0647161/Clark)_

Bulan Imunisasi Anak Nasional di Indonesia berakhir tapi upaya mendesak masih diperlukan untuk mengatasi kemunduran dalam vaksinasi anak

– UNICEF & WHO

 

Swaranews.com – Di akhir kampanye imunisasi nasional Indonesia minggu lalu, UNICEF dan WHO menyerukan urgensi lanjutan untuk mengatasi kemunduran dalam vaksinasi anak. 

Kampanye imunisasi kejar nasional (atau biasa disebut dengan BIAN) bertujuan untuk memvaksinasi sekitar 36,5 juta anak melalui satu dosis imunisasi campak-rubela untuk anak di bawah usia 15 tahun di semua provinsi kecuali Bali dan Yogyakarta, di mana tingkat imunisasi telah memenuhi target nasional. Selain itu juga bertujuan untuk memberikan imunisasi rutin pada balita di 34 provinsi.

Kampanye ditutup dengan hasil yang beragam minggu lalu, setelah mencapai hampir 70 persen dari target untuk imunisasi campak dan rubella, 54 persen untuk DPT-HB-Hib dan kurang dari 50 persen untuk polio.

“Hasil dari upaya besar untuk mengejar ketertinggalan imunisasi anak ini sangat menggembirakan,” kata Perwakilan UNICEF Maniza Zaman. “Namun, kesenjangan dalam cakupan berarti jutaan anak masih kehilangan perlindungan yang menyelamatkan jiwa. Membalikkan penurunan yang disebabkan oleh pandemi akan membutuhkan lebih banyak upaya dan investasi berkelanjutan untuk mencegah skenario terburuk bagi kesehatan anak-anak.”

Pandemi COVID-19 menjadi penyebab utama penurunan imunisasi anak di Indonesia sehingga menyebabkan terganggunya rantai pasok dan berkurangnya ketersediaan tenaga kesehatan. Keragu-raguan vaksin di antara orang tua dan pengasuh – terutama dengan beberapa suntikan yang diperlukan untuk vaksin rutin – juga mempengaruhi penerimaan vaksin, bersama dengan informasi yang salah dan hoak mengenai vaksin.

Anak-anak yang telah menerima vaksinasi campak dan rubella pertama turun dari 95 persen pada 2019 menjadi 87 persen pada 2021. Jumlah anak-anak 'dosis nol' – atau yang tidak menerima satu dosis vaksin pun terhadap difteri pertusis dan tetanus ( DPT) – naik signifikan dari 10 persen pada 2019 menjadi 26 persen selama periode yang sama. Hal ini menempatkan anak-anak pada risiko tertular berbagai penyakit yang dapat dicegah.

“Di wilayah WHO Asia Tenggara, Indonesia adalah salah satu dari sedikit negara yang menunjukkan peningkatan besar dalam jumlah anak tanpa dosis vaksinasi selama beberapa tahun terakhir,” kata Perwakilan WHO untuk Indonesia, Dr N. Paranietharan. “Kegiatan BIAN yang sedang berlangsung di Indonesia sangat terpuji, namun upaya tambahan yang signifikan diperlukan untuk mempercepat dan mengejar ketinggalan anak, dan mempertahankan cakupan imunisasi tingkat tinggi.” 

Setelah COVID-19, dunia mengalami penurunan berkelanjutan terbesar dalam vaksinasi anak-anak dalam waktu sekitar 30 tahun. Secara global, pada tahun 2021 saja, 25 juta anak melewatkan satu atau lebih dosis vaksin DPT melalui imunisasi rutin. Sebagian besar anak-anak ini tinggal di India, Nigeria, Indonesia, Ethiopia, dan Filipina. 

Di akhir kampanye BIAN di Indonesia, UNICEF dan WHO menyerukan:

 Melanjutkan upaya peningkatan imunisasi rutin di tingkat nasional dan daerah. Ini termasuk meluncurkan strategi untuk menargetkan anak-anak 'nol-dosis', mengatasi hambatan dalam pengambilan vaksin dan memantau serta mengevaluasi layanan imunisasi.

Dukungan dari pemerintah daerah – khususnya gubernur, bupati dan walikota – untuk membantu orang tua dan pengasuh memahami manfaat imunisasi dan mendorong mereka untuk mengunjungi posyandu atau klinik terdekat untuk memastikan anak mereka menyelesaikan jadwal imunisasi lengkap mereka.

Kolaborasi antara otoritas kesehatan, organisasi berbasis agama, komunitas dan media massa untuk mencegah penyebaran misinformasi dan hoaks vaksin. (mar)

 

 

Editor : redaksi