Swaranews.com - Islam Nurul Yaqin, remaja asal Tasikmalaya, Jawa Barat, yang kerap disapa Islam ini sebelumnya mengaku sudah tak berharap untuk bisa kuliah seperti teman-temannya. Biaya kuliah yang tinggi membuat Islam yakin bahwa ia tak ingin membebani Iyun, sang ayah, yang sehari-hari berprofesi sebagai pedagang kerupuk keliling.
“Saya sudah sempat mendaftar di kampus negeri dan diterima. Namun berat untuk mengambilnya karena dagangan ayah juga kian menurun setelah pandemi Covid-19,” terang Islam.
Namun kegigihannya untuk berkuliah tak pernah memadamkan semangat Islam. Ia mengikuti rangkaian seleksi beasiswa secara diam-diam tanpa sepengetahuan orang tuanya.
Selama proses seleksi, Islam menunjukkan keahliannya dalam membuat aplikasi dan menginstallnya ke server online (docking) hanya dalam waktu semalam. Biasanya, proses menginstall suatu aplikasi online bisa berlangsung hingga berbulan-bulan. Kemahirannya di bidang IT membuat Islam menjadi salah satu dari 50 pemenang Beasiswa SEMESTA. Beasiswa ini memberi kesempatan untuk berkuliah pada jurusan di Teknik Informatika (IT) di kampus seluruh Indonesia yang telah bekerjasama senilai total Rp. 1 miliar.
“Saya memilih berkuliah di Sistem Informasi Binus University. Jadi dengan Beasiswa SEMESTA ini, saya sambil kuliah, sambil bantu-bantulah kerja buat keluarga,” ungkap Islam.
Siapa sangka, perkenalan Islam di bidang IT dimulai dari tugas menjaga warung internet (warnet) milik saudara sejak kelas 6 SD. Hal-hal yang dilakukan anak bungsu dari pasangan Iyun dan Apong itu ketika di warnet awalnya relatif sederhana, seperti memberi akses bagi pengguna, menjaga internet tetap nyala, hingga menarik karcis sewa komputer. Rutinitas itu biasa dilakukan Islam selepas pulang sekolah.
Namun satu tahun berlalu, Islam bosan dengan aktivitas di warnet yang itu-itu saja. Islam akhirnya memanfaatkan waktu di warnet untuk belajar otodidak seputar jaringan komputer. Islam mencoba banyak hal, mulai dari mengotak-atik kabel di warnet, mengubah sambungan internet, hingga simulasi jaringan yang lebih rumit menggunakan aplikasi Cisco Packet Tracer.
“Karena alat untuk jaringan yang bagus itu tidak murah, jadi bagaimana caranya saya belajar IT dengan murah, ya coba-coba pakai aplikasi simulasi yang ada di internet. Itu saya download dan coba-coba sendiri,” kenang Islam.
Rutinitas menjaga warnet dan belajar secara otodidak, berlanjut hingga Islam belajar IT di SMK Plus YSB Suryalaya. Salah satu SMK terbesar di Tasikmalaya milik Yayasan Pondok Pesantren Suryalaya.
Sambil bersekolah dan jaga warnet, Islam tetap membantu Iyun, sang ayah, yang berprofesi sebagai pedagang kerupuk keliling. Karena dagang kerupuk dilakukan sang ayah di Kota Bogor, jauh dari tempat tinggalnya di Tasikmalaya, Islam membantu dengan cara antar jemput sang ayah ke terminal.
“Bapak biasanya enam minggu kerja di Bogor, satu-dua minggu pulang ke Tasikmalaya. Yang antar jemput ke Terminal Bus Ciawi Tasikmalaya, bahkan pernah malam-malam pun diantar naik sepeda motor, ya Islam dan kakaknya. Tapi Islam belum pernah ikut ke Bogor,” ungkap sang ibu, Apong.
Saat menjadi siswa kelas 3 SMK, Islam punya keinginan untuk berkuliah. Di awal 2022, Islam sempat mengikuti Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) dan diterima di salah satu kampus vokasi terfavorit di Jawa Barat. Sayangnya setelah berdiskusi dengan orang tua, Islam tidak mengambil kesempatan tersebut dan memilih untuk mendaftar sebagai buruh pabrik besar.
“Pertimbangannya seperti yang tadi saya sampaikan, saya tidak ingin membebani orang tua, dan waktu itu belum dibuka Beasiswa SEMESTA. Jadi saya melepaskan kuliah tersebut, dan coba tekun daftar lowongan di pabrik dan daftar berbagai beasiswa. Alhamdulillah awal Juli sudah diterima di pabrik,“ Islam menuturkan.
Namun belum lama sejak kelolosannya sebagai buruh pabrik diumumkan, Beasiswa SEMESTA menyatakan Islam diterima sebagai pemenang. Berita ini sangat mengejutkan keluarga Islam. Karena sebelumnya Islam belum pernah memberitahukan tentang pendaftaran beasiswa ini kepada ayah, ibu, maupun para kakaknya.
“Islam mah anaknya pendiam gitu, tapi dia tekun belajar dan berusaha. Baru dikasih tahu kita (ayah dan Ibu) ketika lolos beasiswa: Pak, Bu, Islam jadi juara (Beasiswa SEMESTA). Kuliah gratis sambil kerja. Wah nangis itu si bapak,” kenang Apong.
Kemenangan ini makin mengharukan bagi kedua orang tua Islam, karena menjadi berkah tersendiri di saat keluarganya mengalami kesulitan secara ekonomi. Pandemi Covid-19 membuat penjualan kerupuk keliling yang dilakukan sang ayah menurun drastis.
“Sudah jual kerupuknya susah karena pandemi, ditambah lagi harga minyak mahal buat goreng kerupuknya. Jadi ekonomi saya semakin surut, surut, surut. Uang kuliah bukan sedikit, jadi saya cuma bisa berdoa, kalau harta untuk menguliahkan Islam saya gak punya. Saya orang miskin. Alhamdulillah dikasih jalan sama Allah melalui beasiswa ini,” lanjut Apong.
Islam nantinya akan menjalani kuliah di Surabaya sembari bekerja dan digaji. Atas pencapaian tersebut, orang tuanya hanya berpesan kepada Islam untuk terus berprestasi dan menjaga ibadah serta amal sholeh saat di perantauan.
“Semakin maju, semakin soleh, dan semoga menjadi anak yang berbakti serta bertaqwa,” pesan Apong. ( mar)
Editor : redaksi