Swaranews.com - Warung Kahuripan di Jalan Penataran No 17, Surabaya bersama Organisasi Massa (Ormas) Perisai Bangsa Surabaya yang sebelumnya adalah organ Front Pembela Islam (FPI) menggelar nonton bareng tayangan film G30S/PKI.
Agus Fachrudin atau Gus Din, Sekretaris Perisai Bangsa Surabaya ditemui di lokasi mengatakan bahwa nobar itu sengaja dilakukan untuk mengingatkan bahwa sejarah kelam dan keji (pembantaian) pernah terjadi di negara ini.
"Ya Jas Merah, jangan sekali-kali melupakan sejarah. Bahwa, di Indonesia kan pernah terjadi peristiwa keji seperti ini. Kita harus tetap waspada, bagaimana pun juga PKI ini merupakan bahaya laten, yang suatu saat bisa muncul kembali," ujar Agus Fachrudin, kemarin.
Pria yang akrab disapa Gus Din ini menekankan, untuk menyadarkan generasi muda bahwa Indonesia pernah mengalami peristiwa G-30 S PKI tersebut.
"Kita harus menyadarkan kepada generasi muda, dengan menonton film ini agar mereka tahu, ini jangan sampai terulang lagi," tegasnya.
Gus Din menjelaskan bahwa pihaknya secara terbuka mengundang lapisan masyarakat. Termasuk kita juga mengundang santri dari Pondok Pesantren Ummul Quro Surabaya.
"Tujuannya, biar mereka melek sejarah, jangan sampai mereka (generasi muda) tidak tahu bahwa kejadian tahun 1965 pernah terjadi di Indonesia," urainya.
Kemudian, setelah tayangan film usai, Farda salah satu santri yang duduk di sisi kiri depan panggung, saat diminta tanggapan usai meyaksikan film tersebut, mengaku senang dan bisa hadir di tempat itu.
Di tanya relevansinya dengan kondisi saat ini, remaja ini dengan tegas mengatakan harus hati-hati dengan tindakan orang-orang seperti dalam sejarah film tersebut.
"Hubungannya dengan saat ini, kita harus berhati-hati dengan tindakan orang-orang yang tidak kita kenal. Terutama para ulama ulama dan para pemimpin yang menegakkan agama Allah dengan benar," kata Farda, santri Ponpes Ummul Qura' Waru Gunung, Mastrip Surabaya ini.
Selain itu, ikut menyaksikan tayangan film tersebut juga ada sekitar 12 an orang, yang disebut mantan narapidana tindakan terorisme.
"Tayangan seperti ini sangat perlu sekali, saya sepakat bahwa generasi berikutnya sangat perlu mengetahui sejarah ini. Namun, untuk mengurai sejarah jangan sampai ada manipulasi. Kan kita kadang melihat sejarah, namun saat kita baca-baca ternyata banyak yang tidak sinkron," kata Priyo Hadi Purnomo.
Di gelaran itu, pengunjung disediakan menu polopendem (umbi rebus) yang telah terhidang di setiap meja dan dihadapan mereka serta minuman teh dan kopi.
Hingga akhir tayangan usai, suasana tempat tersebut terlihat aman, dan kondusif. Sejumlah orang sesekali terlihat mendekat ke Gus Din, menanya atau berbisik mendekatkan wajahnya ke telinga. (bai)
Editor : redaksi