Swaranews.com - Aktivis mahasiswa dari enam organisasi pergerakan (Kelompok Cipayung) menyambangi Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di rumah dinasnya pada rabu (28/7/2021) malam.
Menurut Ganjar, kedatangan para mahasiswa itu untuk berdiskusi soal keterlibatan mahasiswa dalam penanganan Covid-19 di masyarakat.
Baca Juga: Kolaborasi Pemkot Surabaya dan BPOM Kawal Program Nasional Keamanan Pangan Terpadu
Keterlibatan mahasiswa dalam penanganan Covid-19 di masyarakat tentu baik. Mahasiswa sebagai salah satu elemen masyarakat tentu harus peduli terhadap persoalan yang dihadapi bangsa dan negara.
Jamiluddin Ritonga, Pengamat Komunikasi Politik menyampaikan, keinginan mahasiswa Jawa Tengah berkolaborasi dengan pemerintah daerah dalam penanganan Covid-19 layak dicontoh mahasiswa daerah lainnya."
"Mahasiswa dengan potensi yang dimilikinya dapat menyambangi kepada daerahnya untuk bersama-sama berkontribusi penanganan Covid-19. Jadi, kalau ada mahasiswa menyambangi Ganjar jangan diartikan mahasiswa sudah terkontaminasi dan terkooptasi. Jangan pula diartikan mahasiswa tersebut telah mendukung Ganjar pada kontestasi Pilpres 2024," papar pria yang akrab disapa Jamil ini
Baca Juga: Bahas Pembangunan Berkelanjutan, UPN Veteran Jatim Hadirkan Profesor dari Jepang hingga Malaysia
Dia menyatakan bahwa Mahasiswa seharusnya tetap menjaga independensinya agar tetap kritis dan objektif dalam menilai kinerja pemerintah, khususnya Ganjar.
"Hanya dengan begitu masyarakat akan tetap menilai mahasiswa punya integritas yang layak dihormati dan didukung setiap pergerakannya," urai Jamil.
Jadi, lanjut Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul ini, sambutan hangat Ganjar atas kedatangan mahasiswa hendaknya juga jangan dimaknai sebagai gaya kepemimpinannya yang merakyat.
Baca Juga: Jadi Anggota GNLC Pertama di RI, Surabaya Siap Berbagi Praktik Terbaik dalam Konferensi UNESCO
"Sebab, pemaknaan seperti ini sangat bias, yang kerap mengecoh masyarakat. Kepemimpinan merakyat itu hendaknya jangan dilihat dari seberapa banyak pemimpin itu bersama rakyat. Jangan juga dilihat dari penampilannya yang sederhana, kerap blusukan, dan naik sepeda bersama rakyat," tegas Jamil.
Mantan Dekan Fikom IISP Jakarta ini menegaskan Penampilan semacam itu dapat dengan mudah dikemas. Masyarakat Indonesia sudah hampur 8 tahun ini menyaksikan tampilan seperti itu. Jadi, janganlah menilai kepemimpinan merakyat seseorang hanya dari aksesoris yang dikenakannya. Penilaian semacam ini harus sudah diubah kepada kebijakan yang diambilnya. Jadi, apakah kepemimpinan Ganjar merakyat atau tidak sebaiknya dilihat dari seberapa banyak kebijakannya yang pro kepada rakyat ? Kalau kebijakannya lebih banyak tidak pro rakyat, maka meskipun ia kerap berpenampilan sederhana tentu ia tidak dapat disebut pemimpin yang merakyat. Sebaliknya, meskipun ia kerap berpenampilan necis dengan jas dan dasi namun kebijakannya dominan pro rakyat, maka ia layak disebut pemimpin merakyat. Karena itu, Ganjar perlu membuktikan selama ini berapa banyak kebijakannya yang pro rakyat dan yang bukan. Dari sinilah masyarakat dapat menilai gaya kepemimpinan Ganjar yang sesungguhnya. M. Jamiluddin Ritonga Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul
Editor : redaksi