Swaranews.com - Sepi dari pemberitaan ternyata Pemkot Surabaya kembali mengukir sejarah. Kali ini Kota Surabaya bersama Nelayan Kenjeran telah memasang rambu laut sebagai penanda terapung di pesisir Kenjeran.
Menurut Ali Yusa, Sekretaris Forum Maritim bahwa Indonesia sudah meratifikasi peraturan Internasional Maritim Organization (IMO). Salah satunya berisi tentang standarisasi navigasi. Pada jenis ini ada "Marking Boy" sebagai penanda terapung dan Fungsinya untuk keselamatan nelayan dalam berlayar, keselamatan kapal dan masyarakat serta para wisatawan.
"Nah, Kenjeran yang saat ini berkembang menjadi daerah wisata. Maka keberadaan marking boy atau rambu laut terapung ini sekaligus sebagai jaminan keselamatan untuk para wisatawan," ujar Ali Yusa yang memimpin langsung pemasangan rambu laut, Minggu (12/12/2021).
Pria yang akrab disapa Yusa ini menyampaikan bahwa selama 700 tahun lebih Surabaya ini ada, baru kali ini pemerintah hadir. Dengan rambu apung ini juga akan menambah pengetahuan bagi para nelayan itu sendiri. Termasuk kepada masyarakat sekitar, maupun para wisatawan yang tentunya akan melihat rambu-rambu laut yang terpasang.
"Pemasangan rambu lalu lintas laut ini betul - betul sejarah karena Pemerintah Kota Surabaya bersama dewan hadir bersama masyarakat benar-benar sudah mulai mencintai laut," terangnya
Dosen yang juga Anggota Dewan Pembina IKA ITS Jawa Timur ini menjelaskan bahwa alokasi dana dari Pemkot Surabaya. Kemudian bersama para siswa SMK Pelayaran Bhakti Samudra Surabaya. Sebuah sekolah pelayaran yang berusia 50 rahun. Sekolah ini juga sudah memiliki sertifikasi IMO.
"Pengadaan rambu laut ini saya juga dibantu dari SMK Muhammadiyah Tuban. Dua SMK ini memang cukup bagus dalam pelaksanaan Teaching Factory (Tefa)," urai Yusa.
Sementara itu Abdul Ghoni Mukhlas Ni'am Anggota Komisi C DPRD Kota Surabaya yang turut mendampingi pemasangan rambu laut dengan menaiki perahu nelayan hingga ke tengah laut di pesisir Kenjeran menyatakan bahwa pihaknya dulu pernah melakukan studi komparasi ke Swiss. Bagaimana menempatkan Perguruan Tinggi itu sebagai mitra dalam pembangunan berkelanjutan.
"Bagaimana kemudian pemerintah memberikan ruang untuk berkolaborasi dengan sekolah kejuruan maupun Perguruan Tinggi untuk berkolaborasi mewujudkan pembangunan yang berkesinambungan. Konyol kalau pemerintah tidak melakukan hal itu," jelasnya.
Legislator muda asal Fraksi PDI Perjuangan ini menyatakan bahwa harapannya aspek regulasinya tidak overlapping. Abdul Ghoni mengatakan, hasil kajian dari teman - teman kampus dan ahli kemaritiman saat ini Sebenarnya, pemerintah harus bisa menangkap asas dan manfaat kebutuhan secara skala prioritas.
"Nelayan ini adalah profesi yang paling tua. Nah, yang menjadi perhatian kami adalah anak-anak dari mereka ini harus menjadi pewaris yang berkemampuan lebih. Baik secara pengetahuan, pengalaman dan kemampuan meningkatkan penghasilan dari dunia nelayan itu sendiri," beber politisi yang akrab disapa Ghoni ini.
Dirinya menegaskan sangat tahu betul jeritan hati para nelayan ini. Karena Ghoni dilahirkan dan dibesarkan di pesisir Kenjeran ini. Dengan kehidupan yang pasang surut, hingga saat ini sumber daya manusianya ya sebatas itu-itu saja. Pemerintah harus hadir untuk meningkatkan SDM mereka. '
"Oleh karena itu, selama 2,5 tahun Saya mengabdi, kita lakukan pembinaan ke kampung nelayan tersebut. Kedua, kita lakukan edukasi agar mereka memiliki 'sense of crisis', agar memiliki kepedulian terhadap dampak lingkungan di sekelilingnya," ungkap Ghoni.
"Nah, pemasangan rambu-rambu di lautan ini sebagai salah satu bentuk kepedulian terhadap sesama. Baik kepada warga nelayan sendiri, maupun kepentingan untuk pariwisata. Agar mereka paham batas kedalaman dan membantu navigasi juga," pungkasnya. (mar)
Editor : redaksi